Pemanfaatan Ikon Slawi

Tugu Poci
Taman Gotong Royong

Slawi saat ini ibarat gadis belia yang tengah mempercantik diri. Orang yang sudah 4-5 tahun tak menyapa kota ini, begitu menapakkan kaki akan terpana melihat kemolekannya. Ibu kota Kabupaten Tegal itu perlahan tapi pasti, tengah membangun jati diri. Berbagai ikon ruang publik yang dibangun beberapa tahun terakhir makin mengukuhkan Slawi sebagai kota yang lebih manusiawi.

Sebut antara lain Masjid Agung yang berdiri megah di jantung kota. Sebuah penanda peradaban bahwa masyarakat kota Slawi khususnya, dan masyarakat Kabupaten Tegal pada umumnya, adalah masyarakat agamais sebagaimana masyarakat pesisir. Sebuah peradaban yang tak pernah lekang dengan berjalannya waktu.

Ikon lain adalah Taman Gotong Royong yang lebih dikenal dengan nama Tugu Poci yang berdiri megah di depan Masjid Agung. Pem­ba­ngunan ruang publik yang satu ini tidak lepas dari pemikiran bahwa brand image sebagai kota penghasil produk teh kenamaan di ne­geri ini perlu dihadirkan sebagai penanda ruang dan waktu.

Trasa
Trasa (Taman Rakyat Slawi Ayu)

Bukan hanya aroma teh harum me­nyengat yang dapat dinikmati pelintas jalan di kota Slawi, replika poci raksasa lebih menyempurnakan brand image itu. Ada­pun ikon baru yang kini tengah moncer adalah Taman Rakyat Slawi Ayu (Trasa), meski pembangunannya bertahun-tahun terbengkalai.

Kini, ruang publik yang semula Balai Benih Pembantu Hortikultura (BBPH) Procot beranjak menjadi ruang publik uta­ma. Tiap sore hingga malam warga Slawi dan sekitarnya, tua, muda, anak-anak, me­madati tempat itu, sambil menikmati hi­dangan kuliner dan pentas budaya.

Penulis dan warga Slawi tidak akan pernah melupakan peran mantan bupati Agus Riyanto, yang melontarkan gagasan cerdas membangun berbagai ikon. Gagasan cerdas itu mungkin diilhami tesis Hannah Arendt (1958) bahwa kota adalah sebuah polis, tempat masyarakat mela­kukan identifikasi, negosiasi, dan meme­cahkan masalah akibat kekompleksan organisasi dan pembagian tugas dalam masyarakat.

Sebuah kota ideal haruslah mampu mengakomodasi denyut nadi seluruh aktivitas masyarakat pada semua sendi kehidupan. Apalagi di tengah kencangnya laju politik ekonomi laisses faire, nyaris tak satu pun persoalan yang tidak dihitung ber­dasarkan laba rugi dari perspektif ekonomi.

Ekonomi Kerakyatan

Mesin kapitalisme modern telah menancapkan kuku dengan begitu kuat. Tanpa disadari proses dehumanisasi sebagaimana tesis Max Weber (1864-1920) tengah menggerogoti masyarakat. Banyak ruang publik yang menjadi tempat interaksi sosial dan pembentukan karakter masyarakat tereduksi jadi infrastruktur kapitalis.

Ketergusuran banyak ruang publik tersebut telah membentuk masyarakat maverick yang memiliki karakter konformis, individualis, asosial, sifat filantropi dan altruism yang rendah, serta tidak manusiawi.

Untuk mencegah kemunculan masyarakat maverick, Pemkab Tegal harus lebih menitikberatkan pembangunan ekonomi kerakyatan. Ruang publik seperti Trasa, Tugu Poci, Alun-alun Slawi, GOR, dan ruang publik eksternal berupa ruang terbuka hijau (RTH) harus banyak dibangun.

Pemkab perlu menghindari sekecil mungkin pembangunan ruang seolah-olah publik (quasi public) seperti pusat-pusat perbelanjaan, plasa, dan mal, karena ini bukan domain utama daerah tersebut. Ruang publik semacam ini hanya dapat diakses oleh lapisan masyarakat tertentu karena dilengkapi batasan fisik berupa tembok dan pagar yang kokoh, serta batasan psikologis petugas keamanan atau satpam.

Sesuai konsep awal yang digagas mantan bupati Agus Riyanto, ke depan Trasa diharapkan menjadi ruang publik yang dapat diakses semua warga, sebagai tempat kolaborasi kepentingan sosial, budaya, dan ekonomi. Supaya bisa memerankan sebagai pusat kegiatan sosial dan budaya, tidak sepantasnya diarahkan menjadi mesin pendulang PAD.

Hitung-hitung ini semacam kompensasi pemda kepada warga yang taat membayar pajak. Sebuah ruang publik yang dapat diakses oleh semua warga kota kapan saja tanpa harus dibatasi oleh berbagai dimensi keduniawian yang bersifat biner. (10).

Penulis: Ir Toto Subandriyo MM

Sumber: Suara Merdeka

Ilustrasi foto oleh infotegal

Related posts

5 Thoughts to “Pemanfaatan Ikon Slawi”

  1. Della Kezia

    Min, ada info dimensi/ ukuran dari tugu poci atau ngga? mau buat tugas project kuliah ini.. terima kasih 🙂

Leave a Comment